Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Vs Tertutup, Siapa Untung dan Siapa Buntung?

233

INDONESIANUPDATE.ID | Polemik pemilihan umum (Pemilu) 2024 dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka, kian panas. Ada yang pro dan kontra. Yang pro menginginkan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sebaliknya ada pihak yang kontra. Mereka  menginginkan sistem pemilu kembali seperti masa Orde Baru, dengan sistem proporsional tertutup.

Polemik sistem pemilu ini bergulir bak bola salju di tengah masyarakat. Itu setelah enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan mereka sudah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022.

Menyikapi hal tersebut Dewan Presidium Nasional Ikatan Alumni Jogyakarta (IKAJO) Sulsel menggelar sebuah diskusi. Diskusi terbuka iyu   bertajuk “Ngobrol Pintas Ikajo Sulsel” bertema ‘Masa depan demokrasi dalam perspektif terbuka versus proporsional tertutup’.

Diskusi  berlangsung di Kedai Sayidan Jalan Pengayoman Makassar, Rabu (18/1/2023). Panitia mengundang tiga narasumber. Tapi yang hadir hanya dua orang. Mereka adalah kuasa hukum pihak terkait juducial review sistem proporsional, Dr. Fahri Bachmid. Satunya lagi Dekan Fakultas Sospol Unhas, Dr. Phil Sukri Tamma.

Rahman Pina, salah satu legislator DPRD Sulsel dari partai Golkar  juga diundang jadi narasumber. Namun politisi berlatar belakang jurnalis ini berhalangan hadir. Diskusi ini dipandu Ketua Ikajo Sulsel, Dedy Ardiansyah.

Dr. Fahri Bachmid, tampil sebagai pembicara pertama. Dia mengakui munculnya wacana mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka ke sistem tertutup, menimbukkan pro kontra.

‘’Terjadi perbedaan sikap antar partai politik di parlemen terkait upaya perubahan sistem pemilu 2024,’’ ujarnya.

Dr Fahri Bachmid.(FOTO: RISAL)