Pemuda Perti Sulsel Keluarkan Pernyataan Sikap “Kawal Putusan MK”

24
Dok :Pemuda Perti Sulsel

INDONESIANUPDATE | Makassar, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat sorotan dari berbagai elemen kepemudaan.

Sejumlah anggota DPR, pada Rabu kemarin (21/8/2024) berusaha mengabaikan putusan MK yang memblokir upaya putra bungsu Presiden Joko Widodo maju di Pilkada 2024.

Salah satu organisasi kepemudaan, Pemuda Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluarkan pernyataan sikap dan mengimbau seluruh kadernya untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada.

Pernyataan sikap ini sebagai bentuk dari komitmen pemuda terhadap tegaknya demokrasi di Indonesia.

“Peran pemuda harus aktif mengawal dan memastikan demokrasi tetap terjaga dan diterapkan dengan benar,” kata Ketua Umum Pengurus Wilayah Pemuda Perti Sulsel Ibnu Hajar dalam keterangannya, Kamis (22/8).

Selain itu, menurut Dosen UIN Alauddin Makassar ini, menyerukan peran pemuda termasuk Pemuda Perti yang memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keutuhan bangsa dengan bersama-sama mengawal hasil putusan MK demi masa depan Indonesia.

“Mari bersama-sama kita kawal konstitusi dan jaga demokrasi demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” terangnya.

Sementara Sekretaris Umum Pemuda Perti Sulsel, Basri mengatakan, tindakan DPR RI yang menganulir putusan MK, dapat merusak kewibawaan negara dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi legislasi. Perilaku tercela yang diperlihatkan oleh anggota DPR menurutnya, manifestasi dari kolusi dan nepotisme—praktik-praktik yang harus dilawan dengan tegas. Hal ini tentunya data memicu aksi massa dan mahasiswa, hingga memicu Reformasi yang seharusnya membawa Indonesia ke arah yang lebih demokratis dan transparan.

Basri menegaskan soal Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang mengabaikan putusan MK, menunjukkan bahwa sebagian dari elit politik kita masih belum sepenuhnya memahami atau menghormati semangat Reformasi.

“Putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak hanya untuk masyarakat biasa, tetapi juga untuk semua lembaga negara, termasuk DPR. Oleh karena itu, revisi UU Pilkada yang mengabaikan putusan MK ini sangat mencederai hati nurani rakyat dan merusak integritas hukum di negara ini”, jelas Bagas sapaan akrabnya.

Selain itu, melalui pernyataan sikap Pemuda Perti Sulsel, dengan tegas Basri mendesak agar revisi UU Pilkada dihentikan. DPR dan pemerintah harus bertindak arif, adil, dan bijaksana, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kenegarawanan.

“Ini adalah momen kritis di mana DPR dan pemerintah harus membuktikan bahwa mereka adalah wakil rakyat yang sesungguhnya, bukan sekadar perpanjangan tangan dari kepentingan-kepentingan tertentu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga diminta untuk segera melaksanakan putusan MK Nomor 60 dan Nomor 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat yang berdasarkan Pancasila”, terangnya.

PERNYATAAN SIKAP PIMPINAN WILAYAH PEMUDA PERTI SULSEL

Adapun putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8) kemarin.

MK dalam pertimbangannya menyatakan Pasal 40 ayat 3 UU Pilkada inkonstitusional.

Adapun isi Pasal 40 ayat 1 UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi Pasal 40 ayat 1 UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Satu hari setelah keputusan MK, Baleg DPR langsung menggelar rapat panitia kerja (Panja) membahas usulan perubahan substansi pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK. Berikut ini draf yang ditampilkan dan dibacakan dalam rapat dan kemudian disetujui:

Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.(*)