DPRD Makassar Minta Ponpes Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim Lakukan Evaluasi Pasca Tewasnya Santri

43
Ketua Komisi D DPRD Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso.(DOK)

INDONESIANUPDATE.ID |  Komisi D DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Hadi Ibrahim Baso mendesak pengelola Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim untuk melakukan evaluasi usai seorang santri tewas dianiaya seniornya.

Ada 5 poin rekomendasi yang diberikan oleh DPRD Makassar. Mulai dari memasang kamera pengawas atau closed circuit television (CCTV) hingga proporsional dalam penerimaan santri baru.

Hal tersebut diputuskan usai rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di ruangan Komisi D DPRD Makassar, Selasa (28/2/2024). Rapat dihadiri Biro Hukum Pemkot Makassar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar dan Sulsel, perwakilan Kemenag, dan Dinas Pendidikan Makassar. Hadir juga pengelola Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim, Makassar.

“Monev bersama secara berkala untuk pesantren oleh tim Kemenag, DP3A, dan Dinas Pendidikan Kota Makassar. Juga melibatkan pihak shelter yang terkait,” jelas Ketua Komisi DPRD Makassar Andi Hadi Ibrahim Baso kepada wartawan, Selasa (28/2/2024).

“Juga dibahas pembenahan sarana dan prasarana di pondok pesantren Al Imam Ashim Makassar, CCTV dan lain-lain,” tambah Hadi.

Hadi menyampaikan, pengelola ponpes harus mempunyai kegiatan santri yang bersifat kebersamaan, baik antara junior maupun senior.

‘’Sebab, saat peristiwa penganiayaan itu terjadi ternyata ditonton oleh santri lainnya. Maka pihak pesantren kita rekomendasikan untuk membuat acara bersifat kebersamaan. Seperti outbound yang melibatkan narasumber dari DP3A, Dinas Pendidikan dan Kemenag untuk terlibat di dalamnya semuanya,” tuturnya.

Selanjutnya dimeminta juga membenahi sistem pengawasan dan pengasuhan santri. Termasuk menambah jumlah pengasuh atau pembina dengan mempertimbangkan banyaknya santri di pondok tersebut.

Poin terakhir, DPRD Makassar juga meminta agar Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim untuk proporsional dalam menerima santri baru.

‘’Pengelola tidak boleh memaksakan menerima santri sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan sarana dan prasarana yang ada,” tegas Hadi.(*)